Embun pagi berselimut kabut, mentari mulai
melirik manja. Detik jam pun terus berputar. Daun pepohonan yang rindang
sehingga membuahkan angin yang begitu sejuk dan segar.
Aku adalah seorang wanita yang
hidup disuatu desa yang tempatnya sangat pelosok. Karena
sangat pelosoknya tempat tinggalku, sampai-sampai dalam hal pendidikan agama
Islam sangatlah kurang mengerti. Aku keturunan dari salah satu keluarga yang kurang memahami
tentang keagamaan. Sehingga nenekku
menyekolahkanku di sebuah sekolah yang berbasis agama. Lama
sudah dua tahun aku ditinggal orang tuaku yang bekerja di Kalimantan Timur
sebagai imigran. Aku tinggal di desa
bersama nenekku . Desaku adalah suatu tempat dimana warganya kurang memahami agama.
Sewaktu sekolah,
aku mendapat pembelajaran tentang kewajiban berjilbab bagi seorang wanita.
Hatiku langsung tersentuh karena keseharianku tidak jilbab. Tiba-tiba hasratku sangat besar untuk
mengenakan jilbab. Suatu hari aku pergi keluar dengan mengenakan jilbab, karena
keadaan diluar otomatis ada tetangga yang melihat keanehanku yang semula tidak
memakai jilbab ko’ berubah menjadi mengenakan jilbab. Kurangnya mengerti akan
mengenai agama menjadikan tetanggaku berpikiran yang aneh-aneh. Aku sebagai
seorang cewek yang sudah baligh berpikir kalau mengenakan jilbab itu wajib
hukumnya. Tapi tetanggaku berpikir kalau aku mengenakan jilbab hal yang
menyeleweng.
Aku bingung
bagaimana caranya untuk memulai semua itu darimana. Banyak cemoohan dari warga
daerahku, sehingga menjadikan aku sangat enggan mendengarnya.
“Kenapa tetanggaku
sangat susah untuk mengerti?” batinku.
Dengan tekad,
nekad, tak perduli aku mengenakan jilbab. Tetanggaku pun lebih-lebih mencemoohiku.
Batin jiwaku pun sangat sakit tetapi akupun tetap tegar menghadapi semua itu.
Tiba-tiba orang
tuaku pulang, aku pun menghampirinya dengan penuh kegembiraan. Orang tuaku
tanpa menanyakkan kabar terlebih dahulu, tetapi langsung memarahiku, karena
orang tuaku bukanlah keturunan dari orang yang paham tentang agama Islam.
“Lepas
jilbabmu!!!!!” pinta ayahku dengan nada tinggi.
“Apakah ada yang
salah dengan jilbabku???” jawabku dengan nada tegas.
“Anak kecil yang
baru lahir kemarin belum tahu dalil nya tentang perintah berjilbab.” Jawab
ayahku sembari melotot.
Akupun langsung
diam dan menuruti perintah ayahku, karena aku tidak mau durhaka kepadanya.
Akupun sadar kalau aku sudah dewasa, tentunya sudah mampu membela kebenaran dan
memilih antara yang benar atau salah.
“Ya Allah , kenapa
semua orang di sini belum tahu tentang semua kaum wanita harus menutup
auratnya.” Batinku sambil menangis.
Meski tiada
dukungan dari siapapun termasuk orang tua juga tetanggaku terkecuali teman yang
selalu mendukungku. Aku tetap tegar menghadapi semua itu dan aku berharap
semoga Allah Swt. membuka hati orang tersebut secara perlahan akan akan sebuah
kewajiban seorang wanita untuk menutup auratnya.
Aku mencoba untuk
selalu bersabar dan tidak lupa curhat pada temanku yang hanya bisa memberikan
motivasi dukungan untuk tetap optimis kalau suatu hari nanti aku pasti bisa.
“Sabar..........sabar..........mungkin
semua itu hanya sebuah ujian dari-Nya sebelum menjadikanku yang lebih baik
lagi.” Batinku dengan penuh ikhlas.
Suatu hari didesaku
ada acara pengajian yang membahas tentang kewajiban seorang wanita untuk
menutupi auratnya. Setelah usai acara tersebut, semua orang yang telah
melarangku mengenakan jilbab mempunyai hasrat untuk mempelajari lebih dalam
akan kewajiban itu. Satu bulan telah berlalu, orang tuaku maupun tetanggaku
sadar dan mengerti juga akan kita sebagai seorang wanita mempunyai kewajiban
menutupi aurat. Dan akhirnya aku sudah bernafas lega dan tiada lagi yang
melarangku mengenakan jilbab untuk menutupi aurat. Alhamdulillah orang tuaku dan
tetanggaku meminta maaf padaku karena kesalahpahaman yang mereka perbuat
terhadapku. Aku sangat bersyukur karena Allah Swt. telah membuka pintu hati
menuju yang benar/lurus. Di desaku menjadi desa yang kuat akan beragama dan
mendirikan sebuah pondok pesantren untuk mengkaji ilmu agama. Aku sangat
terharu akan semuanya menjadi berubah secara cepat seperti yang tak
kubayangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar