Kamis, 30 Agustus 2018

model-model pengembangan kurikulum


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, sehinnga kami dapat meyelesaikan makalah “Model Pengembangan Kurikulum PAI” tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Kurikulum serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. serta para sahabatnya, para tabi’in dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Dengan ini kami  menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai sumber referensi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas berbagai sumber referensi baik buku maupun internet demi tersusunnya makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Pak Maryanto, M.Sc yang telah membimbing kami dalam tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pada umumnya bagi pembaca.


           
                                                                                    Kebumen, April  2018

                                                                                                Penulis 




DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Kurikulum
B.     Model-Model Pengembangan Kurikulum
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Daftar Pustaka
















BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula dalam dunia pendidikan. Bahwa pendidikan sangatlah penting dalam menjawab berbagai persoalan perkembangan zaman. Peran utama dalam dunia pendidikan adalah serang guru dan siswa. Ciri utama dalam pendidikan merupakan kurikulum atau rancangan, karena kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan atau pengajaran sebagai bentuk rancangan pelaksanaan.
Guru disebut pelaksana kurikulum dan pengembang kurikulum yang sesungguhnya. Kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan zaman.
Pengembangan kurikulum dapat dipandang tidak bisa dihindarkan sebab kurikulum merupakan kaitan materi dengan kebutuhan siswa. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai model dalam pengembangannya. Model tersebut disesuaikan dengan perkembangan atau tantangan zaman.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi kurikulum ?
2.      Apa model dalam pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam?
C.      Tujuan Penulisan
1.      Mampu mengetahui definisi kurikulum
2.      Mengetahui model pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi Kurikulum
Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary menyebutkan kata kurikulum berasal dari bahasa Latin yaitu “currerre” berupa kata kerja to run yang berarti cepat, tergesa-gesa atau menjalani[1].
Pendapat Sailor dan B. Ragan, terlihat bahwa pengertian kurikulum menyangkut seluruh aspek, aktivitas dan pengalaman peserta didik yang berada di bawah tanggungjawab sekolah, tanpa membedakan apakah kurikulum tersebut bersifat intra ko atau ekstrakurikuler semuanya merupakan kurikulum atau dalam artian untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu[2].
B.       Model-Model Pengembangan Kurikulum[3]/[4]
1.      Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model yang paling lama dikenal. Diberi nama model administratif karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dalam pengembangannya, administrator membentuk tim atau komisi pengarah pengembang kurikulum. Tugas tim atau komisi tersebut adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembang kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar telah terumuskan, tim kerja pengembang kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebh operasional dari tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang berkompeten dan mendapatkan pemyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Sifat model pengembangan kurikulum dari atas disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas tidak  selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau sosialisasi atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, diperlukan adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukannya evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponen, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekkolah yang bersangkutan. Hasil tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah.
2.      The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Model pengembangan kurikulum yang pertama digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah dengan mengupayakan pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Jika kondisinya memungkinkan, baik dilihat dari skill guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots akan lebih baik. Atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yangpaling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum tersebut, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain atau keseluruhan bidang studi pada sekolah lain atau daerah lain. Pengembangan bersifat desentralisasi yang memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3.      Beauchamp’s System
Model pengembangan kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan 5 (lima) hal di dalam pengembangan suatu kurikulum:
a.       Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah atau kabupaten saja sebagai setir proyek.
b.      Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut terlibat dalam pengembangan kurikulum yaitu:
1)      Para ahli pendidikan atau kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar;
2)      Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
3)      Para profesional dalam sistem pendidikan;
4)      Profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru semakin besar.
c.       Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
d.      Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
e.       Kelima, evaluasi dan revisi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal,
1)      Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru;
2)      Evaluasi desain kurikulum;
3)      Evaluasi hasil belajar siswa;
4)      Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksankannya.
4.      The Demonstration Model
Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atatu sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu ;
a.       Berbentuk proyek (sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum).
b.      Berbentuk informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri.
Beberapa kelebihan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
a.       Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan situasi nyata;
b.      Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
c.       Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada;
d.      Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.
5.      Taba’s Inverted Model
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduksi, dengan urutan sistematika:
1)      Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar;
2)      Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu;
3)      Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh;
4)      Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Namun menurut Taba, model deduksi tersebut kurang cocok, sebab tidak merangsang munculnya inovasi-inovasi.
Ada lima langkah model pengembangan kurikulum model Taba, sbb;
1)      Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Dalam langkah ini, ada delapan langkah dalam kegiatan eksperimen; (1) Mendiagnosa kebutuhan; (2) Merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) Memilih isi; (4) Mengorganisasi isi; (5) Memilih pengalaman belajar; (6) Mengorganisasi pengalaman belajar; (7) Mengevaluasi; (8) Melihat sekuens dan keseimbangan.
2)      Menguji unit eksperimen. Langkah ini untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya, seerta menghimpun data bagi penyempurnaan.
3)      Mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari data yang telah diperoleh, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain itu, konsolidasi yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang bersifat lebih umum yang berlaku dalam lingkungan lebih luas.
4)      Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai.
5)      Implementasi dan diseminasi. Langkah ini mempersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, loka karya dan sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat juga biaya sesuai tuntutan kurikulum.
6.      Roger’s Interpersonal Relations Model
Menurut When Crosby, perubahan kurikulum adalah perubahan individu. Sementara itu, menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:
1)      Pemilihan target dari sistem pendidikan.  Di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
2)      Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan para administrator seperti telah dikemukakan di atas.
3)      Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4)      Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini bisa dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Model pengembangan kurikulum Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Ciri khas Rogers yaitu sebagai orang eksistensilis humanis, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data dan sebagainya. Menurut Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Metode yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan training group.
7.      The Systematic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Sesuai asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal: (1) hubungan insani; (2) sekolah dan organisasi masyarakat; (3) wibawa dari pengetahuan profesional.
Dalam penyusunan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran harus memasukkan pandangan dan harapan masyarakat, dan salah satu cara yaitu dengan model atau prosedur action-reseach. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1)      Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat mempengaruhi masalah tersebut dengan mengambil tindakan pertama.
2)      Implementasi dari tindakan pertama. Lalu disertai dengan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data tersebut memiliki beberapa fungsi: (1) menyiapkan data bagi evaluasi tindakan; (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi; (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi; (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.




























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu rencana atau konsep mengenai isi, model, metode yang digunakan dalam tercapainya tujuan pendidikan tertentu. Model-model pengembangan kurikulum meliputi : (1) The Administratif Model; (2) The Grass Roots Model; (3) Beauchamp System; (4) The Demonstration Model; (5) Taba Inverted Model; (6) Roger’s Interpersonal Relations Model; dan (7) The Systematic Action-Research Model.




















DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Pengembangan Kurikulum PAI Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Hamdan. 2014. Pengembangan Kurikulum PAI Teori dan Praktik. Banjarmasin : IAIN Antasari.


[1] Drs. H. Hamdan, M.Pd, Pengembangan Kurikulum PAI, (Banjarmasin : IAIN Antasari Press. 2014), hal 1
[2] Ibid.,
[3] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum PAI, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset. 2008), hal 161-170
[4] Drs. H. Hamdan, op.cit., hal 56-65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar