KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah swt. atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, sehinnga kami dapat
meyelesaikan makalah “Model Pengembangan Kurikulum PAI” tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Inovasi Kurikulum serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
saw. serta para sahabatnya, para tabi’in dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Dengan ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan
tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai sumber referensi. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima
kasih atas berbagai sumber referensi baik buku maupun internet demi tersusunnya
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Pak Maryanto,
M.Sc yang telah membimbing kami dalam
tugas ini.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mohon
maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pada umumnya bagi pembaca.
Kebumen,
April 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kurikulum
B.
Model-Model
Pengembangan Kurikulum
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman, semakin
berkembang pula dalam dunia pendidikan. Bahwa pendidikan sangatlah penting
dalam menjawab berbagai persoalan perkembangan zaman. Peran utama dalam dunia
pendidikan adalah serang guru dan siswa. Ciri utama dalam pendidikan merupakan kurikulum
atau rancangan, karena kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan atau
pengajaran sebagai bentuk rancangan pelaksanaan.
Guru disebut pelaksana kurikulum dan
pengembang kurikulum yang sesungguhnya. Kurikulum diharapkan memberikan
landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara
optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan zaman.
Pengembangan kurikulum dapat
dipandang tidak bisa dihindarkan sebab kurikulum merupakan kaitan materi dengan
kebutuhan siswa. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai model dalam
pengembangannya. Model tersebut disesuaikan dengan perkembangan atau tantangan
zaman.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi kurikulum ?
2.
Apa
model dalam pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mampu
mengetahui definisi kurikulum
2.
Mengetahui
model pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kurikulum
Menurut kamus Webster’s Third New
International Dictionary menyebutkan kata kurikulum berasal dari bahasa Latin
yaitu “currerre” berupa kata kerja to run yang berarti cepat, tergesa-gesa atau
menjalani[1].
Pendapat Sailor dan B. Ragan,
terlihat bahwa pengertian kurikulum menyangkut seluruh aspek, aktivitas dan
pengalaman peserta didik yang berada di bawah tanggungjawab sekolah, tanpa
membedakan apakah kurikulum tersebut bersifat intra ko atau ekstrakurikuler
semuanya merupakan kurikulum atau dalam artian untuk mencapai tujuan pendidikan
di sekolah.
Kurikulum menurut Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu[2].
1.
Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini
merupakan model yang paling lama dikenal. Diberi nama model administratif
karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dalam pengembangannya,
administrator membentuk tim atau komisi pengarah pengembang kurikulum. Tugas
tim atau komisi tersebut adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembang
kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar telah terumuskan, tim kerja pengembang
kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya lebih operasional,
dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan
oleh tim pengarah. Tugas tim ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebh operasional
dari tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum,
memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan
evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi
guru-guru.
Setelah hasilnya dikaji ulang oleh
tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang berkompeten
dan mendapatkan pemyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator
pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum serta memerintahkan
sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Sifat model pengembangan kurikulum
dari atas disebut juga model “top down” atau “line staff”.
Pengembangan kurikulum dari atas tidak selalu
segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama
guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau
sosialisasi atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Dalam pelaksanaan kurikulum
tersebut, diperlukan adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan
serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu
dilakukannya evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponen, prosedur
pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh
tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat
dilakukan oleh tim khusus sekkolah yang bersangkutan. Hasil tersebut merupakan
umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun
sekolah.
2.
The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan
lawan dari model pertama. Model pengembangan kurikulum yang pertama digunakan
dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi,
sedangkan model grass roots akan berkembang dalam dalam sistem pendidikan yang
bersifat desentralisasi. Model pengembangan yang bersifat grass roots seorang
guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah dengan
mengupayakan pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan dapat
berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi dan
seluruh komponen kurikulum. Jika kondisinya memungkinkan, baik dilihat dari
skill guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kurikulum model grass roots akan lebih baik. Atas pertimbangan bahwa guru
adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dialah yangpaling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling
kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum tersebut,
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi
mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain atau
keseluruhan bidang studi pada sekolah lain atau daerah lain. Pengembangan
bersifat desentralisasi yang memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam
meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada gilirannya akan melahirkan
manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3.
Beauchamp’s System
Model
pengembangan kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum
Beauchamp. Mengemukakan 5 (lima) hal di dalam pengembangan suatu kurikulum:
a.
Pertama,
menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara.
Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil
kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan
kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan
kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum
hanya mencakup suatu daerah atau kabupaten saja sebagai setir proyek.
b.
Kedua,
menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta
terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut terlibat
dalam pengembangan kurikulum yaitu:
1)
Para
ahli pendidikan atau kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan
para ahli bidang ilmu dari luar;
2)
Para
ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
3)
Para
profesional dalam sistem pendidikan;
4)
Profesional
lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan
luas wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu
banyak melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau
sekolah keterlibatan guru semakin besar.
c.
Ketiga,
organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam
merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
d.
Keempat,
implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah
mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang
sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru,
siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari
pimpinan sekolah atau administrator setempat.
e.
Kelima,
evaluasi dan revisi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal,
1)
Evaluasi
tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru;
2)
Evaluasi
desain kurikulum;
3)
Evaluasi
hasil belajar siswa;
4)
Evaluasi
dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai penyempurnaan sistem
dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksankannya.
4.
The Demonstration Model
Model
ini diprakarsai oleh sekelompok guru atatu sekelompok guru bekerja sama dengan
ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.
Menurut
Smith, Stanley, dan Shores terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu ;
a.
Berbentuk
proyek (sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk
melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum).
b.
Berbentuk
informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas
dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan
sendiri.
Beberapa
kelebihan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
a.
Memungkinkan
untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang
lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan situasi
nyata;
b.
Jika
dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif
kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
c.
Dapat
menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi
pelaksanaannya tidak ada;
d.
Menempatkan
guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para
administrator untuk mengembangkan program baru.
Kelemahan model ini adalah bagi
guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan
enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.
5.
Taba’s Inverted Model
Menurut
cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduksi,
dengan urutan sistematika:
1)
Penentuan
prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar;
2)
Merumuskan
desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen
tertentu;
3)
Menyusun
unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh;
4)
Melaksanakan
kurikulum di dalam kelas.
Namun menurut Taba, model deduksi tersebut kurang cocok, sebab
tidak merangsang munculnya inovasi-inovasi.
Ada lima langkah model pengembangan kurikulum
model Taba, sbb;
1)
Mengadakan
unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Dalam
langkah ini, ada delapan langkah dalam kegiatan eksperimen; (1) Mendiagnosa
kebutuhan; (2) Merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) Memilih isi; (4) Mengorganisasi
isi; (5) Memilih pengalaman belajar; (6) Mengorganisasi pengalaman belajar; (7)
Mengevaluasi; (8) Melihat sekuens dan keseimbangan.
2)
Menguji
unit eksperimen. Langkah ini untuk mengetahui validitas dan
kepraktisannya, seerta menghimpun data bagi penyempurnaan.
3)
Mengadakan
revisi dan konsolidasi. Dari data
yang telah diperoleh, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Selain itu, konsolidasi yaitu penarikan kesimpulan tentang
hal-hal yang bersifat lebih umum yang berlaku dalam lingkungan lebih luas.
4)
Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum.
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau
landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai.
5)
Implementasi
dan diseminasi. Langkah ini mempersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, loka karya dan sebagainya
serta mempersiapkan fasilitas dan alat juga biaya sesuai tuntutan kurikulum.
6.
Roger’s Interpersonal Relations Model
Menurut When Crosby, perubahan kurikulum
adalah perubahan individu. Sementara itu, menurut Rogers manusia berada dalam
proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai
kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada
hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar
atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi
informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan
pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan
kurikulum model Rogers, yaitu:
1)
Pemilihan
target dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini satu-satunya
kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat
pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara
intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan
kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
2)
Partisipasi
guru dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan satu
minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan para
administrator seperti telah dikemukakan di atas.
3)
Pengembangan
pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok,
dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4)
Partisipasi
orang tua dalam kegiatan kelompok.
Kegiatan ini bisa dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah.
Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya sesama orang
tua, dengan anak, dan dengan guru. Model pengembangan kurikulum Rogers ini
berbeda dengan model-model lainnya. Ciri khas Rogers yaitu sebagai orang
eksistensilis humanis, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis,
data dan sebagainya. Menurut Rogers yang penting adalah aktivitas dan
interaksi. Metode yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter
group dan training group.
7.
The Systematic Action-Research Model
Model
kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan
perubahan sosial. Sesuai asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal:
(1) hubungan insani; (2) sekolah dan organisasi masyarakat; (3) wibawa dari
pengetahuan profesional.
Dalam
penyusunan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran harus memasukkan pandangan
dan harapan masyarakat, dan salah satu cara yaitu dengan model atau prosedur
action-reseach. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1)
Mengadakan
kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan
data yang bersifat mempengaruhi masalah tersebut dengan mengambil tindakan
pertama.
2)
Implementasi
dari tindakan pertama. Lalu disertai dengan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan
pengumpulan data tersebut memiliki beberapa fungsi: (1) menyiapkan data bagi
evaluasi tindakan; (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi;
(3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi; (4) sebagai
bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu rencana atau
konsep mengenai isi, model, metode yang digunakan dalam tercapainya tujuan
pendidikan tertentu. Model-model pengembangan kurikulum meliputi : (1) The
Administratif Model; (2) The Grass Roots Model; (3) Beauchamp System; (4) The
Demonstration Model; (5) Taba Inverted Model; (6) Roger’s Interpersonal
Relations Model; dan (7) The Systematic Action-Research Model.
DAFTAR
PUSTAKA
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2008. Pengembangan Kurikulum PAI Teori dan Praktik. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Hamdan. 2014. Pengembangan
Kurikulum PAI Teori dan Praktik. Banjarmasin : IAIN Antasari.
[1]
Drs. H. Hamdan, M.Pd, Pengembangan Kurikulum PAI, (Banjarmasin : IAIN
Antasari Press. 2014), hal 1
[2]
Ibid.,
[3]
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum PAI,
(Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset. 2008), hal 161-170
[4]
Drs. H. Hamdan, op.cit., hal 56-65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar