Selasa, 09 Oktober 2018

sejarah, pengertian, dan nilai aswaja


ASWAJA
By. Lu’luul Mar’ah

A.    Sejarah Aswaja
Perkembangan histori aswaja. Aswaja muncul meliputi tiga fase yaitu fase teologi, fase sosial-politik dan fase madzhab[1].
1.      Fase teologi
Aswaja pada fase teologi dibagi lagi ke dalam dua fase, yaitu fase teologi substantif dan fase teologi formal. Pada fase teologi substantif, Aswaja muncul sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari. Ini fase awal di mana umat manusia diminta untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad yang kemudian dikenal dengan Islam. Setelah sahabat banyak bermunculan mengikuti Nabi, umat manusia juga diminta untuk mengikuti ajaran sahabat yang terlebih dahulu diajarkan oleh Nabi.
Pada fase teologi substantif ini, kalimat Aswaja sama sekali tidak muncul, tetapi secara substantif umat manusia diajak untuk mengikuti ajaran Muhammad dan para sahabat, sehingga meski tidak secara formal muncul kalimat “ahlussunnah wal jama’ah”, tetapi umat manusia sudah diminta untuk mengikuti ajaran Nabi dan sahabatnya yang secara substantif berarti “ahlussunnah wal jama’ah”. Pada fase ini, orang-orang yang menyatakan masuk Islam secara otomatis adalah pengikut Aswaja. Oleh karena itu, fase ini dinamakan dengan fase teologi substantif.
Selanjutnya adalah fase teologi formal. Fase ini berlangsung saat Nabi Muhammad menjelang wafat dan memberikan wejangan kepada umatnya bahwa umat Islam kelak akan terbagi ke dalam 73 golongan. Dan, semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan, yakni golongan yang mengikuti Nabi Muhammad dan sahabat. Hadis ini yang kemudian oleh warga Nahdliyin digunakan sebagai hujjah terkait dengan madzab Aswaja. Bunyi hadisnya adalah “Ma’ana Alaihi Wa Ashabihi” di mana artinya harfiahnya adalah “Sebagaimana keadaanku sekarang dan sahabatku.”
2.      Fase sosial-politik
Peristiwa ini muncul pada masa sesudah Nabi Muhammad wafat hingga dalam periode tertentu muncul ulama besar bernama Abu Hasan Al Asy’ari (260H - 324H, 64 tahun), tokoh Muktazilah yang kemudian keluar dan mendirikan madzab baru dengan semangat “ma’ana alaihi wa ashabihi”. Pengikut madzab ini kemudian dinamakan Asya’ariyah. Selain Abu Hasan Al Asy’ari, ada juga tokoh yang mendukung semangat “ma’ana alaihi wa ashabihi”, yaitu Abu Mansur Al Maturidi yang kemudian pengikutnya dikenal dengan Al Maturidiyah. Dua tokoh ini kemudian secara formal dikenal sebagai ulama besar yang memelopori munculnya kembali semangat ajaran Islam berwawasan ahlussunnah wal jama’ah di tengah derasnya arus Islam berwawasan Jabariyah, Qodariyah, dan Mu’tazilah yang banyak membingungkan umat Muslim.
Kita kembali kepada sejarah setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga munculnya aliran formal Ahlussunnah wal Jama’ah yang digagas dan dipopulerkan kembali oleh Al Asy’ari dan Al Maturidi. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, kepala negara atau pemimpin dari negara Islam yang dibuat oleh Nabi Muhammad adalah Abu Bakar Ash Shidiq. Abu Bakar dipilih sebagai pemimpin melalui sebuah musyawarah yang demokratis. Nabi Muhammad sama sekali tidak menunjuk pemimpin yang akan menggantikannya, sehingga pada akhirnya para sahabat menunjuk Abu Bakar sebagai pemimpin. Selanjutnya, pasca-Abu Bakar wafat, kepemimpinan digantikan oleh Umar Bin Khattab yang dikenal dengan beberapa ijtihadnya yang melampaui ajaran tekstual Nabi.
Pasca-Umar Bin Khattab wafat, kepemimpinannya diganti diganti oleh Ustman Bin Affan melalui sebuah pemilihan juga. Inilah dasar-dasar demokrasi praktis yang sudah dijalani pada masa khalifah Islam. Inilah kepiawaian Nabi Muhammad bahwa menjelang ia wafat sekalipun, Nabi tidak menunjuk pemimpin sehingga melahirkan sebuah sistem demokrasi praktis yang sehat pada masa awal-awal negera Islam pasca-Nabi Muhammad wafat.
Pertengkaran atau pertikaian muncul disaat para Sahabat mulai menentukan siapa yang layak mengganti Nabi sebagai penguasa politik. Kemudian berlanjut pada terbunuhnya Usman, menyusul perang antara Ali dan Aisyah, istri Nabi (Perang Jamal), dan antara Perang antara Ali dan Muawiyah (Perang Siffin).
Sejak Utsman Bin Affan wafat karena dibunuh pemberontak, kemelut muncul yang akhirnya perang antar-mukmin terjadi, yaitu perang antara kubu Ali dan Muawiyah. Peperangan secara militer dimenangkan oleh Ali Bin Abi Thalib, tetapi kemenangan secara diplomatis dimenangkan oleh Muawiyah yang akhirnya membawa Muawiyah sebagai khalifah. Peristiwa ini lahir istilah populer yang dikenal dengan tahkim, yaitu kelompok Muawiyah mengibarkan bendera putih dengan Al Quran berada diujung tombak sebagai tawaran damai.
Periode selanjutnya Muawiyah berkuasa, dan untuk melanggengkan kekuasaannya tersebut, Muawiyah—atau dikenal dengan Bani Umayyah—membuat aliran keagamaan yang disebut dengan aliran Jabariyah dengan doktrin ajarannya yaitu; “semua yang terjadi dalam dunia ini adalah kehendak Allah. Termasuk Muawiyah menang dari Ali itu juga dikehendaki oleh Allah”. Pendek kata, dalam doktrin Jabariyah dengan pemahaman bahwa apapun yang dilakukan manusia adalah sudah dikehendaki dan diinginkan oleh Allah. Dengan doktrin dan pemahaman ini, kemudian dalam kehidupan masyarakat muncul banyak pengemis, ekonomi hancur, masyarakat banyak yang tidak berusaha karena lebih menjalankan rutinitas ritual dan tidak mau mencari rizki.
Sebagai perimbangan dan anti tesis atas paham Jabariyah tersebut, kemudian muncul paham Qodariyah yang dipelopori oleh cucu Ali bin Abi Thalib dengan nama Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dengan paham yang sebaliknya, bahwa; “manusia ini yang berkehendak atau yang berkuasa, dan Allah tidak turut campur terhadap apa yang dilakukan oleh manusia. Karena manusia berkehendak, maka Allah tidak turut campur dan manusia harus bertanggungjawab terhadap perbuatannya”. Dari sinilah kemudian mulai ada reformasi (pembaharuan), yang kemudian Bani Umayyah tumbang dan mampu digulingkan, selanjutnya digantikan oleh Bani Abbasiyah.
Aliran Qodariyah pada masa Bani Abbasiyah benar-benar dijadikan sebagai spirit pembangunan negara yang turunannya dengan sedikit modifikasi, atau yang kita kenal dengan paham Mu’tazilah. Karena akal lebih mendominasi dalam pandangan dan prinsip Mu’tazilah, sehingga menimbulkan kebablasan dalam berfikirnya, karena semuanya diukur dengan akal dan kehendak manusia (akal mutlak). Sampai kemudian terjadi peristiwa―ketika salah satu dari keturunan Bani Abbasiyah, yaitu masa khalifah Al-Ma’mun―dimana paham Mu’tazilah dijadikan sebagai paham resmi negara, sehingga timbul banyak korban bagi mereka yang tidak sepaham. Peristiwa tersebut dikenal dengan Mihnah (inquisition).
Saat runtuhnya Mu’tazilah dan bangkitnya khalifah al-Mutawakil, dia membuang mazhab Mu’tazilah, karena terlalu over dan masyarakat sudah jenuh dengan gerakannya. Mutawakil kemudain condong membela mazhab Ahli Hadits, yaitu mazhabnya Ahmad bin Hambal.
Selanjutnya, pada akhir abad ke-3 Hijrah muncullah dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu Hasan Al Asy’ari (di Basrah) dan Abu Mansur Al Maturidi (di Samarkand). Al Asy’ari belajar bersama gurunya, yaitu Abu Ali al-Jubbai selama 40 tahun. Sehingga termasuk tokoh Mu’tazilah, yang karena kepintaran dan kemahirannya sering mewakili gurunya dalam berdiskusi. Tetapi kemudian Asy’ari meninggalkan gurunya dan paham Mu’tazilah, karena adanya perbedaan pandangan dengan gurunya, serta membentuk paham dan mazhab baru. Dan jadilah pendapat Asy’ari itu dengan mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah.
Memang, untuk kepentingan umat dan agama, Asy’ari kompromikan antara nash dan akal. Sebab, berpegang pada nash secara harfiah dan mengharamkan penggunaan akal adalah keliru. Tetapi sebaliknya, memperturutkan pendapat akal semata untuk menyusun pendapat berkaitan dengan aqidah adalah suatu kesalahan yang fatal. Al-Qur’an dan as-Sunnah juga tidak mengabaikan akal dan tidak mengharamkan wajar. Penggunaan akal dalam memaknai dan membela syari’ah adalah suatu kemestian, dan bukan suatu kesesatan. Al-Asy’ari memperoleh kedudukan dan mempunyai banyak pendukung dan pembelaan dari penguasa. Ia mengalahkan musuh-musuhnya, baik Mu’tazilah maupun kaum yang lain, serta orang-orang kafir.
Seiring berkembangnya Aswaja sebagai aliran pemikiran atau disebut ideologi yang dirasa mampu mengakomodasi kepentingan dalam hal peribadatan. Aswaja menjadi ideologi yang secara formal menjadi visi, spirit dan manhajul fikr bagi organisasi keislaman, seperti NU.
NU didirikan oleh KH. Hasyim Al Asy’ari sebagai wadah orang-orang yang mengembangkan ajaran-ajaran Islam ala ahlusunnah wal jamaah.
B.     Pengertian Aswaja
Ahlussunnah wal Jamaah atau yang biasa disingkat dengan Aswaja secara bahasa berasal dari kata ‘Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut. ‘Ahlussunnah berarti orang yang mengikuti sunnah, baik perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Saw. Sedangkan ‘al-Jama’ah adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan.
Jika Secara istilah, Ahlusunnah wal jamaah berarti suatu golongan yang mengikuti sunnah Nabi Saw., para sahabat, dan para alim ulama yang berlandaskan Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Menurut Said Aqil Siradj, Aswaja adalah kelompok yang bersikap netral (tengah-tengah) tidak memihak pada salah satu partai yang ada, dan lebih berorientasi pada kegiatan ilmiah dan amal ibadah.

C.    Aswaja dalam Perspektif NU[2]
Dalam sejarah perkembangannya, aswaja selalu mengikuti perkembangan zaman. Yakni aswaja sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang di dalamnya masih memuat banyak aliran dan madzhab.
Diantara , sebagai berikut :
1.      Bidang Akidah
Dalam bidang ini, aswaja Nahdlatul Ulama mengikuti paham Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi.
2.      Bidang fikih
Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (al-madhhab) salah satu dari mazhab Abu Hanifah al Nu’man, Imam Malik Ibn Anas, Imam Muhammad Ibn Idris al-Syafi’i, dan Ahmad Ibn Hanbal.
3.      Bidang tasawuf
Dalam bidang tasawuf, mengikuti antara lain Imam aljunaid al-Baghdadi, Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain


D.    Nilai-Nilai Aswaja
Manhajul fikr yang diranahkan KH. Said Aqil Siradj dalam ijtihad aswaja organisasi NU yaitu :
1.      Tawasuth (Moderat)[3]
Sikap pertengahan, tidak ekstrim kanan juga tidak ekstrim kiri. Sehingga menghadapi persoalan harus seimbang. Tawasuth yaitu sikap tengah yang berintikan prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan masyarakat, dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat ekstrim. Tawasuth memprioritaskan dan mengorientasikan sikap, tindakan dan sifat-sifat manusia maupun masyarakat selalu dalam keadaan yang tepat
2.      Tawazun (Seimbang)
Pada sikap ini, persoalan harus seimbang. Yakni dalam menghadapi persoalan harus menggunakan landasan tekstual (Al Qur’an dan Hadits) dan mempertimbangkan dengan akal. Jadi, tidak boleh hanya mengedepankan salah satu. Keseimbangan antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat, keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan sosial, antara masa lalu dan masa depan, antara hak dan kewajiban.
3.      Tasamuh (Toleran)
Sikap toleran merupakan sikap saling menghargai antarsesama. Saling menghargai antarras, suku dan bangsa juga mereka mempunyai keyakinan yang berbeda-beda. Sehingga warga Nahdliyin dapat hidup berdampingan dengan mereka. Tasamuh dapat diartikan sebagai sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama dalam hal-hal yang bersifat furu'iyah, sehingga dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan budaya berbeda.
4.       Taadul (Adil)
I’tidal sama dengan adil, yaitu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya (proporsinya). Sikap tegak lurus dalam menghadapi persoalan. Artinya kita harus hak dalam menegakkan kebenaran.
E.     Aswaja Sebagai Manhajul Fikr
Para Ulama’ NU di Indonesia menganggap Aswaja sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazzun (seimbang) dan ta’addul (Keadilan). Maka Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan Aswaja adalah sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan manusia yang berdasarkan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru terhadap cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern.
Hal yang mendasari imunitas (daya tahan) keberadaan paham Ahlussunnah wal Jama’ah adalah, sebagaimana dikutip oleh Said Aqil Siradj, bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah; Orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, keadilan dan toleransi”.
Salah satu karakter Aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi, oleh karena itu Aswaja tidaklah jumud, tidak kaku, tidak eksklusif, dan juga tidak elitis, apa lagi ekstrime. Sebaliknya, Aswaja bisa berkembang dan sekaligus dimungkinkan bisa mendobrak kemapanan yang sudah kondusif. Tentunya perubahan tersebut harus tetap mengacu pada paradigma dan prinsip al-shalih wa al-ahslah. Karena implementasi dari qaidah ‘al-muhafadhoh ala qodim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah’, adalah menyamakan langkah sesuai dengan kondisi yang berkembang pada masa kini dan masa yang akan datang



DAFTAR PUSTAKA
            Abdusshomad, Muhyidin. 2009. Hujjah NU Akidah-Amaliah-Tradisi. Surabaya : Khalista.
Akrom, Mizanul. 2018. Ahlussunnah wal Jamaah. Modul Mapaba PMII 2018 Komisariat Joko Sangkrip IAINU Kebumen.
Buku kuliah semester 1 tahun 2017
Huda, Nuril A.N. 2007. Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) Menjawab Persoalan Tradisi dan Kekinian.  Jakarta : LDNU
Lismanto SHI. 25 September 2014. Sejarah Lengkap Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja). http://www.islamcendekia.com/2014/09/sejarah-lengkap-ahlussunnah-wal-jamaah-aswaja.html. diakses pada 30 Maret 2018
Qomar, Mujamil. 2014. Implementasi Aswaja dalam Perspektif NU di Tengah Kehidupan Masyarakat. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung






[1] Lismanto SHI. 25 September 2014. Sejarah Lengkap Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja).
[2] Mujamil Qomar, IMPLEMENTASI ASWAJA DALAM PERSPEKTIF NU DI TENGAH KEHIDUPAN MASYARAKAT, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, Agustus 2014 . hal 169

standar-standar pendidikan


MAKALAH
PERENCANAAN PEMBELAJARAN

DASAR-DASAR PENGEMBANGAN ISI KURIKULUM (Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Mata Pelajaran PAI, Program Tahunan dan Program Semester)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas PAI V C
Program Strata Satu (S1) Fakultas Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dosen
Mustajab., M.Pd.I






Oleh
Kelompok 2

1.      Lu’luul Mar’ah
2.      Miftahul Aziz

PAI V C


INSTITUT AGAMA  ISLAM  NAHDLATUL ULAMA
(IAINU) KEBUMEN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, sehinnga kami dapat meyelesaikan makalah “Dasar-Dasar Pengembangan Isi Kurikulum  (Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Mata Pelajaran PAI, Program Tahunan dan Program Semester)” tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembelajaran serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. serta para sahabatnya, para tabi’in dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Dengan ini kami  menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai sumber referensi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas berbagai sumber referensi baik buku maupun internet demi tersusunnya makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Pak Mustajab., M.Pd.I telah membimbing kami dalam tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pada umumnya bagi pembaca.


           
                                                                                    Kebumen, Oktober 2018

                                                                                                Penulis 


DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Standar Nasional Pendidikan
B.     Standar-standar Isi dalam Kompetensi Pendidikan
1.      Standar Kompetensi Kelulusan
2.      Standar Isi
3.      Standar Proses
4.      Standar Penilaian Mata Pelajaran PAI
5.      Alur Penyusunan Administrasi Pembelajaran
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA












BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Persoalan pendidikan di zaman teknologi dan informasi sekarang ini dipandang sebagai persoalan yang sangat luar biasa sulit di berbagai negara. Walaupun demikian negara-negera yang peduli terhadap persoalan ini mengakui bahwa pendidikan sebagai tugas negara yang penting. Pendidikan merupakan kunci dalam membangun dan memperbaiki sikap individu dalam menghadapi keadaan dunia yang terancam oleh berbagai potensi bencana boleh jadi diawali oleh pemanasan global, dan tanpa kunci itu usaha tersebut akan gagal. Dalam konteks tersebut, maka setiap negara di dunia terus melakukan peningkatan pendidikan masing-masing. Indonesia, dalam hal ini melakukan perubahan sistem pendidikan guna mencapai kualitas atau mutu pendidikan yang terus menerus menuju ke arah lebih baik. Hal ini perlu diupayakan secara serius dan fokus, oleh karena peradaban masyarakat bangsa Indonesia ditentukan oleh bagaimana pendidikan dijalani oleh masyarakat.
Sistem pendidikan, menurut Sukarno (2005) merupakan bangunan sekaligus ihktiar yang sangat strategis untuk itu, oleh karena system pendidikan mengandaikan adanya pembagian kewenangan  antara negara dan masyarakat dan tatakelolanya yang meliputi pemeliharaan, kontrol, kreasi, adopsi dan distribusi nilai, pengetahuan, ketrampilan maupun tata-hubungan kuasa.Oleh karena itu kebijakan pendidikan yang tepat pada umumnya harus secara struktural dapat memadukan daya masyarakat, negara dan dunia usaha secara tepat dan secara individual memicu mobilitas kultural, vertikal dan horisontal individu yang ketiganya pada gilirannya mengembangkan produktifitas budaya, sosial dan ekonomi sekaligus menuntut pengembangan yang demokratis.
Cara dan sistem pendidikan yang sudah berakar dalam dan bertahan lama sebenarnya membutuhkan reformasi pendidikan secara menyeluruh. Dalam hal pemerintah mencoba memotong kompas dengan gagasan untuk menyamaratakan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, upaya ini sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena belum meratanya taraf kehidupan di masing-masing wilayah di Indonesia. Sehingga pemerataan standar pendidikan yang mengacu pada standar nasional harus dilaksanakan secara bertahap, sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat di masing-masing wilayah.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Maka dari itu, perkembangan dijawab melalui pengembangan kurikulum. Bahwasanya kurikulum dari awal kemerdekaan sampai sekarang ini telah berganti sebanyak tujuh kali.
Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dari delapan standar tersebut, yang telah dijabarkan dan telah disahkan penggunaannya oleh Mendiknas adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan.

B.       Rumusan Masalah
Latar belakang yang telah dijabarkan di atas, memunculkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian standar nasional pendidikan?
2.      Bagaimana standar kompetensi kelulusan, standar proses, standar isi serta standar penilaian pendidikan nasional?
3.      Bagaimana alur penyusunan administrasi pembelajaran?



C.      Tujuan Masalah
Rumusan masalah yang ada, makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.      Mahasiswa mampu mengetahui pengertian standar nasional pendidikan
2.      Mahasiswa mampu memahami standar-standar dalam pendidikan nasional
3.      Mahasiswa mampu memahami alur penyusunan administrasi pembelajaran























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 1 tentang Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

B.     Standar-Standar Isi Dalam Kompetensi Pendidikan
1.         Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan (SKL) satuan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Ayat 4,  Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Menurut Permendikbud No. 54 Tahun 2013 tentang SKL bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah selesai mengenyam pendidikan tertentu, baik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA.
Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi yakni kemampuan yang harus dicapai setelah siswa mengalami proses pembelajarandalam satuan pendidikan tertentu. Tujuan Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Pencapaian dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan setiap jenjang pendidikan, dengan memperhatikan, sebagai berikut :
a.       Perkembangan psikologi anak
b.      Lingkup dan kedalaman
c.       Kesinambungan
d.      Fungsi satuan pendidikan
e.       lingkungan
2.         Standar Isi
Menurut peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Ayat 1, bahwa Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.  Standar Isi yang merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar Isi disesuaikan dengan substansi tujuan pendidikan nasional dalam domain sikap spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh karena itu, Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan.


3.         Standar Proses
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan, peran standar proses sangat penting, sehingga standar-standar yang lain tanpa standar proses yang memadai tidak akan memiliki nilai apa-apa. Maka dari itu standar proses harus mendapat perhatian dari pemerintah.
Menurut Peraturan pemerintah pendidikan dan kebudayaan (permendikbud) Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, Standar proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik (saintific approach) yaitu model pembelajaran yang mengadopsi tahapan dalam menemukan fakta ilmiah. Tahapan-tahapannya adalah mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), mengkomunikasikan (communicating).
Tujuan adanya standar proses pendidikan sebagai standar minimal yang harus dilakukan memiliki fungsi sebagai pengendali proses pendidikan untuk memperoleh kualitas hasil dan proses pembelajaran.
Guru dalam mengimplementasikan standar proses pendidikan mempunyai peran yang sangat penting, karena keberhasilan implementasi tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan guru. Guru merupakan orang pertama yang berhubungan dengan program pelaksanaan pendidikan. Sehingga standar proses pendidikan, guru memahami beberapa hal berikut:
a.       Pemahaman dalam perencanaan program pendidikan, yaitu menyangkut pemahaman dalam penjabaran isi ke dalam silabus yang dapat dijasikan dalam pembelajaran.
b.      Pemahaman dalam pengelolaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan isi pendidikan
c.       Pemahaman tentang evaluasi, baik yang berhubungan dengan evaluasi proses maupun evaluasi hasil pembelajaran.
4.         Standar Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 12 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik.
Menurut BSNP penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik, hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi yaitu pengambilan keputusan terhadap ketuntasan belajar siswa dan efektivitas proses pembelajaran.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.      Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Standar penilaian oleh pendidik merupakan standar yang mencakup standar umum, standar perencanaan, standar pelaksanaan penilaian, standar pengolahan dan penyajian hasil penilaian serta tindak lanjutnya. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian PAI yang dilakukan meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
1)      Penilaian aspek kognitif PAI ditujukan pada aspek pengetahuan yang diserap oleh peserta didik, dilakukan secara kuantitatif dengan rentang nilai 10-100.
2)      Penilaian aspek afektif PAI ditujukan pada aspek sikap peserta didik terhadap nilai-nilai yang dipelajari, dilakukan melalui pengamatan dengan memberikan pernyataan kualitatif (sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), kemudian diberi penjelasan dalam bentuk deskripsi. Pengolahan nilai afektif dapat menggunakan data kualitatif dan kuantitatif.
3)      Penilaian aspek psikomotorik PAI ditujukan pada aspek keterampilan dan pengamalan aspek Al-Qur’an dan Fiqih/Ibadah dengan menggunakan instrumen penilaian psikomotorik. Pengolahan nilai psikomotorik dapat menggunakan data kualitatif dan/atau kuantitatif
b.      Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 PP 19, Tahun 2005, bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah. Rangka perbaikan dan/atau penjaminan mutu pendidikan satuan pendidikan menetapkan kriteria ketuntasan minimal serta kriteria dan/atau kenaikan kelas peserta didik.
c.       Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional dan/atau bentuk lain yang diperlukan.



5.         Alur Penyusunan Administrasi Pembelajaran
Penyusunan administrasi pembelajaran meliputi beberapa tahap yaitu kalender akademik (kaldik), program tahunan (prota), program semester (promes), silabus, rpp, dan praktik pembelajaran.
Makalah ini akan menjelaskan program tahunan dan program semester dalam perencanaan pembelajaran dalam pendidikan.
a.      Program tahunan (prota)
Prota merupakan rencana penetapan alokasi waktu selama satu tahun pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Inti, kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum. Prota berdasarkan Kurikulum 2013 merupakan program umum pembelajaran untuk setiap kelas yang dikembangkan oleh guru. Prota tersebut sebagai rencana umum pelaksanaan pembelajaran setelah diketahui kepastian jumlah jam pelajaran efektif selama satu tahun. Prota dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun pelajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program berikutnya, yakni Program Semester, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Langkah-langkah perancangan Prota:
1)      Menelaah kalender pendidikan dan ciri khas satuan pendidikan berdasarkan kebutuhan tingkat satuan pendidikan.
2)      Menelaah jumlah Kompetensi Dasar (KD) suatu mata pelajaran.
3)      Menandai hari-hari libur, permulaan tahun pelajaran, minggu efektif.
b.      Program Semester (Promes)
Program semester merupakan penjabaran dari Prota sehingga program tersebut tidak bisa disusun sebelum tersusun Prota. Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut.
Langkah-langkah perancangan program semester setelah menyusun Prota adalah:
1)      Menghitung jumlah Hari Belajar Efektif (HBE) dan Jam Belajar Efektif (JBE) setiap bulan dan semester dalam satu tahun.
2)      Mendistribusikan alokasi waktu yang disediakan untuk suatu KD serta mempertimbangkan waktu untuk ulangan serta review materi.


























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Standar kompetensi lulusan (SKL) satuan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik. Penilaian diukur melalui tiga aspek yaitu aspek kognitifm afektif, dan psikomotorik.
Penyusunan administrasi pembelajaran meliputi beberapa tahap yaitu kalender akademik (kaldik), program tahunan (prota), program semester (promes), silabus, rpp, dan praktik pembelajaran. Prota merupakan rencana penetapan alokasi waktu selama satu tahun pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Inti, kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum. Sedangkan Program semester merupakan penjabaran dari Prota sehingga program tersebut tidak bisa disusun sebelum tersusun Prota. Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut.



























DAFTAR PUSTAKA

Dra. Budi Lestari, M.Pd. PENYUSUNAN PROTA DAN PROMES SESUAI KURIKULUM 2013 BAGI GURU MTs. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

Largono. 2016. Pengembangan Standar Penilaian Pendidikan Agama Islam.  https://larggono.blogspot.com/2016/09/pengembangan-standar-penilaian.html. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR ISI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. diakses pada Minggu 07 Oktober 2018

Poerwanti, Endang. STANDAR PENILAIAN BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (BSNP) diakses pada Minggu 07 Oktober 2018
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pembelajaran. Jakarta : Kencana

Yamin, Martinis. 2013. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta : GP Press Group